HEMODIALISA
HEMODIALISA
A. PENGERTIAN
HEMODIALISA
Hemodialisa
berasal dari kata hemo (darah) dan dialisa (pemisahan atau filtrasi). Pada
prinsipnya hemodialisa menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat
atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel.
Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini
disebut dialysis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran
semi permeabel ( Pardede, 1996 ).
Terapi
hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan
zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan
dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra
filtrasi (Setyawan, 2001).
Hemodialisa
adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis
digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit
akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam M. Nurs, 2006).
Haemodialysis
adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya,
dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang
selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak
dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan
beberapa bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001).
Metode
pencucian darah dengan mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi perut dan
pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang luas dan kaya
akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring melalui
peritoneum ke dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil
yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama
waktu tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan
masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan
diganti dengan cairan yang baru.
Pada
hemodialisa, darah penderita mengalir melalui suatu selang yang dihubungkan ke
fistula arteriovenosa dan dipompa ke dalam dialyzer.
Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dialyzer maka diberikan heparin.
Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dialyzer maka diberikan heparin.
Di dalam
dialyzer, suatu selaput buatan yang memiliki pori-pori memisahkan darah dari
suatu cairan (dialisat) yang memiliki komposisi kimia yang menyerupai
cairan tubuh normal.
Tekanan di
dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah,
sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring
melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat. Tetapi sel darah dan protein yang
besar tidak dapat menembus pori-pori selaput buatan ini.
Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan ke dalam tubuh penderita.
Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan ke dalam tubuh penderita.
Dialyzer
memiliki ukuran dan tingkat efisiensi yang berbeda-beda.
Mesin yang lebih baru sangat efisien, darah mengalir lebih cepat dan masa dialisa lebih pendek (2-3 jam, sedangkan mesin yang lama memerlukan waktu 3-5 jam).
Sebagian besar penderita gagal ginjal kronis perlu menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
Mesin yang lebih baru sangat efisien, darah mengalir lebih cepat dan masa dialisa lebih pendek (2-3 jam, sedangkan mesin yang lama memerlukan waktu 3-5 jam).
Sebagian besar penderita gagal ginjal kronis perlu menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
B. TUJUAN
HEMODIALISA
Sebagai terapi pengganti, kegiatan
hemodialisa mempunyai tujuan :
- Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
- Membuang kelebihan air.
- Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
- Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
- Memperbaiki status kesehatan penderita.
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan
hemodialisa antara lain :
- Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
- Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
- Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
- Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
C. INDIKASI
Price dan
Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar
kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan
ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus
diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya
dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu,
menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya.
Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6
mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate
(GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus
berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak
dilakukan lagi.
Menurut
konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua
pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari
10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit
walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga
disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut
seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik
diabetik.
Kemudian
Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika
bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar
kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan
secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa.
Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif
dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin
yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia,
hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem
pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.
D. KONTRA INDIKASI
Menurut
Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang
tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak
organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa
adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler
sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang
lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom
hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut
(PERNEFRI, 2003).
E. PROSES
HEMODIALISA
Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3
proses utama seperti berikut :
- Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.
- Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.
- Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta, 1996 ).
F. ALASAN
DILAKUKAN HEMODIALISA
Hemodialisa dilakukan jika gagal
ginjal menyebabkan :
- Kelainan fungsi otak ( ensefalopati uremik )
- Perikarditis ( peradangan kantong jantung )
- Asidosis ( peningkatan keasaman darah ) yang
tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lainnya. - Gagal jantung
- Hiperkalemia ( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah ).
G. FREKUENSI
HEMODIALISA
Frekuensi,
tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar
penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan
berhasil jika :
- Penderita kembali menjalani hidup normal.
- Penderita kembali menjalani diet yang normal.
- Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
- Tekanan darah normal.
- Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif (
Medicastore.com, 2006 )
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
H. KOMPLIKASI
PADA HEMODIALISA
Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering
terjadi pada saat dilakukan terapi adalah :
Komplikasi
|
Penyebab
|
Demam
|
Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) di
dalam darah
Dialisat terlalu panas
|
Reaksi anafilaksis yg berakibat fatal
(anafilaksis) |
Alergi terhadap zat di dalam mesin
Tekanan darah rendah
|
Tekanan darah rendah
|
Terlalu banyak cairan yg dibuang
|
Gangguan irama jantung
|
Kadar kalium & zat lainnya yg abnormal dalam
darah
|
Emboli udara
|
Udara memasuki darah di dalam mesin
|
Perdarahan usus, otak, mata atau perut
|
Penggunaan heparin di dalam mesin untuk mencegah
pembekuan
|
Menurut Tisher dan Wilcox (1997)
serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali
ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
- Kram otot
Kram otot
pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati
waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi
(penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
- Hipotensi
Terjadinya
hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat
natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan
tambahan berat cairan.
- Aritmia
Hipoksia,
hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia
pada pasien hemodialisa.
- Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom
ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari
osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan
dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke
dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya
terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
- Hipoksemia
Hipoksemia
selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
- Perdarahan
Uremia
menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan
mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan
faktor risiko terjadinya perdarahan.
- Ganguan pencernaan
Gangguan
pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena
hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
- Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
DAFTARPUSTAKA
Tidak ada komentar: